Minggu, 17 Agustus 2014



Memahami Hasrat Terdalam pada diri setiap Remaja
( part 1 )


Baru-baru ini saya tersadarkan oleh suatu pengalaman yang terjadi secara berulang pada training untuk remaja yang saya selenggarakan dengan tim. Setiap remaja yang menjadi peserta training kami dorong untuk mampu mengeluarkan potensi terbaiknya. Bagaimana caranya? Idenya sebetulnya sangat lazim. Kami membuat kompetisi antar kelompok. Yang menarik, di setiap malam ketika dilakukan evaluasi, tim yang mendapatkan poin terendah bakal mendapatkan konsekuensi. Bentuknya sangat sederhana, mereka mesti tinggal lebih lama dibanding teman-temannya dan bakal mendapatkan pembekalan tambahan dari saya sebagai trainer utama. Jadi, ketika teman-temannya sudah mulai beristirahat atau melakukan aktifitas santai sebelum tidur, mereka masih harus tinggal lebih lama antara 30 sampai 45 menit untuk duduk bersama dengan saya. Mendiskusikan apa feedback yang bisa mereka ambil untuk bisa memperbaiki kondisi tim, bagaimana caranya supaya keesokan harinya mereka bisa mendulang poin lebih tinggi dan bagaimana supaya  mereka tidak lagi menjadi tim yang terendah perolehan poinnya. Luar biasa! selalu.... pada keesokan harinya, langsung di sesi pertama, tim-tim yang semula terendah poinnya menjadi tim yang tertinggi perolehan poinnya. Kondisi ‘peak performance’ tersebut terus mereka pertahankan hingga acara berakhir. Sehingga tidak jarang tim yang semula poinnya terendah menjadi tim yang terbaik atau minimal runner up.
Kejadian-kejadian seperti ini menyadarkan saya, bahwa ternyata benar sekali apa yang dikatakan oleh Adam Khoo, bahwa di dalam setiap diri remaja ada hasrat yang sangat besar untuk menjadi yang terbaik, menjadi yang terunggul, menjadi sukses, menjadi kebanggaan orang tuanya.... Hanya mereka tidak tahu bagaimana caranya. Bila ada harapan yang sama antara anak-anak remaja dan kita sebagai orang tua, tetapi mengapa fakta yang terjadi di lapangan seringkali terjadi “konflik” remaja dengan orang tuanya? Kita sebagai orang tua sering merasa kesulitan berkomunikasi dengan anak-anak remaja. Kita ingin memotivasi mereka, mengarahkan mereka tapi yang biasanya terjadi justru ‘pembicaraaan-pembicaraan menguras energi dengan tensi emosional yang sedikit negatif’. Apa yang yang sebetulnya terjadi? Mengapa harapan yang sama tidak lantas membuat kita mampu berpartner dengan anak-anak remaja?
 Pelajaran yang saya dapatkan ketika berinteraksi dengan remaja-remaja tersebut, mereka sebetulnya jauh lebih asyik ketimbang orang-orang dewasa yang cenderung ‘sudah terlalu banyak makan asam garam (maaf ya, bapak-bapak.. ibu-ibu… hehehe). Pikiran mereka yang masih polos dan penuh rasa ingin tahu, terkadang sangat ceplas ceplos dan sering dianggap kurang sopan, justru sangat membantu saya untuk bisa melihat sesuatu hal dengan lebih jernih dan objektif. Pelajaran yang paling penting adalah berkomunikasi dengan remaja membutuhkan strategi yang berbeda dengan orang dewasa. Salah satunya adalah dengan strategi bertanya.
Melalui cara bertanya yang memberdayakan dan menstimulus pikiran kreatif mereka, itu jauh lebih optimal dampaknya dibandingkan menasehati atau bahkan yang lebih parah adalah mengomeli dan memarahi. Sering kali, tanpa kita sadari karena kepedulian dan kekhawatiran kita yang sangat besar pada anak-anak remaja, kita melanggar wilayah ‘kewenangan’ mereka. Sedangkan, dunia remaja adalah dunia pencarian identitas diri dan merupakan suatu hal yang sangat penting dan bersifat sensitif bagi remaja mengenai ‘wilayah kewenangan’ ini. Saat kita sebagai orang tua, mencoba menunjukkan kepedulian kita dengan ‘mengarahkan’ yang kita anggap baik berdasarkan pengalaman hidup kita, maka remaja akan menerjemahkan sebagai upaya kontrol dari pihak-pihak dewasa, yang itu artinya membatasi ‘aku’. Bisa dibayangkan, yang lazim terjadi biasanya adalah ‘pemberontakan’ atau ‘pembangkangan’. Dan kemudian, kita akan menganggap anak-anak remaja kita sebagai ‘sulit diatur’ dan sedang mengalami masa-masa ‘tidak bisa dinasehati’.....J Lumrah terjadi, inilah penyebab utama miss comunication antara orang tua dan anak-anak remaja mereka.
Selanjutnya, bagaimana persisnya kita memetakan dengan tepat wilayah kewenangan dan bagaimana strategi melintasi wilayah kewenangan  ini dengan damai? Eng ing eng.. InsyaAllah kita akan ketemu edisi selanjutnya: Memahami Hasrat terdalam pada diri setiap remaja ( Part 2 )


Tidak ada komentar:

Posting Komentar